Selasa, 31 Maret 2015

Bismillahirrohmanirrohim...


Tadi pagi, seperti biasa kubangun dengan wajahmu yang selalu kuingat. Kulihat handphone tapi yang kudapati wajah cantikmu di wallpaper hape ku. Ah, aku lupa, aku sendiri yang memasangnya meski tanpa seijinmu. Hahaha. Andai saja setiap aku bangun benar-benar sosok dirimu yang tersenyum seperti itu dan menyiapkan sarapan pagi. Ohhh.... pasti indahnya.

Tapi, aku tahu diri. Itu kan hanya hayalanku. heuheuheu. Tapi sekali lagi aku ingin memberitahumu, bahwa istikharahku menghasilkan wajahmu, sosokmu, senyummu, tingkah lakumu, sentuhanmu dan dirimu. Ya dirimu. Aku harus bercerita seperti apalagi. Kau tak acuh. Aku pun malu.

Sempat aku bersujud dalam keheningan dan meminta kepada Yang Maha Kuasa untuk memperjelas tanda-tanda ini. But, apalagi yang aku dapat. Bayangan wajahmu semakin sering muncul dalam mimpiku, dalam nyataku. Ahh, aku tidak terganggu dengan hal itu tapi malah membuatku menjadi semakin yakin.

Jika kau berani mengganggu mimpiku, maka aku pun 'memberanikan diri' untuk mengganggumu di dunia nyata. Hahaha. Aku tahu kamu risih. Tapi apalagi yang dapat aku lakukan? Coba, kasih tau deh. :D

Terkadang kita bisa merencanakan sesuatu, tapi tetap Tuhan lah yang punya Kuasa untuk menentukan. Asal kau tahu, bahwa keisenganku, kejahilanku, aku yang mengganggumu, chat-chat ku terhadapmu, terhadap kakakmu dan lain-lain, dan lain-lain, itu semua bukanlah kehendakku. Semua itu Kehendak Dari NYA. Aku punya kuasa apa sampai mampu berkehendak? Aku hanya #akting terhadap skenario NYA yang menjadikanku untuk melakukan itu semua. Dan aku pun tahu kau sedang memainkan peranmu atas Kehendak NYA dengan jutek, cuek, jarang-jarang bales, merasa terganggu dan lain sebagainya.


Hahahaha. Aku menertawakan hal ini semua. Katanya, kau tidak bisa disebut mencinta sampai kau menertawakan akal sehatmu dan kematianmu. Mungkin aku sedang jatuh cinta? Jatuh cinta terhadapmu yang bahkan tak pernah aku temui, jangankan kau, keluargamu saja tak pernah aku temui. 

Aku selalu merindukanmu. Dan lagi-lagi katanya, puncak rindu paling dahsyat itu adalah ketika kita tak saling ngabari namun saling memeluk dalam doa. Hei, bahkan aku tak mengabarimu dalam waktu yang lama, bahkan mungkin kau tak pernah tahu wajahku. Tapi dalam waktu yang lama itu, sampai nanti benar-benar aku datang dan kau siap kunikahi, aku akan selalu memelukmu dalam doa, Wahai Jodohku.

Kutulis ini dengan tawa dan tangis yang bercampur menjadi satu. Aku tak tahu dengan airmata mana lagi mesti kusentuh hatimu, yang kutahu hanya Tuhanku menginginkan skenario ini yang kulakukan. Yaitu menulis. Ingin ku menyampaikan langsung kepadamu, tapi aku takut tak kuat, karena ku yakin pasti kau sedang bermesraan dengan pria lain disana. Lalu aku? Aku menyibukkan diri bak pesolek agar dapat mengubah raut wajahmu saat melihatku.

Tak ada senang, tak ada susah... Tangisku sudah melebur di dalam tawa, tawaku telah mencebur dalam samudera tangis. - Sudjiwo Tedjo

Sudahlah, kekasih, aku tahu bahwa sesungguhnya perempuan adalah selalu tentang yang tak diucapkannya. Jika aku lah yang tak kau ucapkan maka biarkan cinta itu tumbuh dan berkembang. Jangan halangi.

Di Medan Pertempuran

Malam Rabu, 31/03/2015 

Kamis, 26 Maret 2015

Bismillahirrohmanirrohim...


"Setiap hari kita tidak pernah lepas dari yang namanya dosa", itu Abuya yang bilang saat kami mengaji beberapa jumat yang lalu. Lalu seperti biasa saya dan beberapa sahabat masih duduk-duduk sambil mengobrol selesai mengaji. Sambil membahas hal-hal tentang apa saja yang asyik di obrolin biar mata ga ngantuk.

Dan seperti biasa, aku yang menjadi lelaki tertua di obrolan itu selalu menjadi pendengar setia dari keluh kesah, kekesalan, gosip dan lain-lain dari mereka yang masih remaja. Meski sesungguhnya aku ini juga masih remaja loh! Etssss, jangan mengejek begitu. Ini serius, aku masih memegang jabatan Ketua Remaja Masjid. Itu tandanya aku adalah remaja paling 'tua'. Oke, oke, ya tua. Tapi remaja kan?

Sudah, sudah, balik ke topik.

Obrolan-obrolan malam itu sungguh mengasyikkan. Tapi ada hal yang membuatku tertarik. Dari beberapa cerita yang mengalir dari mulut para pencari Tuhan ini, sampai juga tentang manusia yang memiliki sifat "Gue ga mau di sombongin, tapi gue sombong"

Pernah bertemu dengan orang seperti itu? atau bahkan malah kita sendiri yang begitu? atau belum paham maksud dari kalimat itu? bagaimana kalau aku buat cerita? Oke, baca baik-baik.

Temanku bercerita tentang temannya. Temannya temanku itu (setelah ini kita sebut TT) bercerita kepada temanku (setelah ini kita sebut T) tentang orang yang "begitu", seperti yang tadi aku sebutkan. Kira-kira begini percakapannya :

T : lu kenapa emang sama dia? ada masalah?
TT : Gue sih ga ada masalah, te. Gue biasa aja, cuma dia itu sombong banget.
T : Emang kenapa? Sombong gimana maksud, lu?
TT : Ya, sombong aja gitu. Dia selalu kalo ngomong kayak dia aja yang paling hebat.
T : Hemmm
TT : (hening)

Lalu temanku itu bercerita padaku tentang percakapan itu, dia tidak bisa komentar. Kalian tahu kenapa? Karena si TT itu menurut cerita temanku juga 'begitu'. Hahaha, iya... Sombong. Aku tertawa kecil. Temanku bertanya padaku, gimana sih ngadepin orang kayak gitu.

Aku bilang saja, kuncinya itu ya jangan sombong tapi jangan minder. Karena kamu minder karena kamu itu sombong. Sama satu lagi, sabar. Ga ada jawaban paling enak kecuali hal itu. Kalo ga bisa jawab ya sabar untuk diam, tapi kalo punya jawaban ya sabar untuk menjawab tanpa berlebihan.

Tapi kalau kalian mau tahu, kita sebagai manusia itu pasti tidak suka di sombongin. Ya kan? Tapi secara ga sadar kita juga pernah sombong. Ini sama halnya seperti, kita ga suka di cuekin tapi kita juga sering nyuekin orang. Kan? Manusia emang begitu. Sama. Aku juga begitu.

Kadang kita menuntut orang lain untuk berlaku A, tapi kita sendiri ga bisa berlaku A. Kita menuntut orang agar tidak sombong, peduli, setia dan sebagainya. Tapi bagaimana dengan diri kita? Apakah kita udah bisa ga sombong? ga cuek? jadi setia?

Itu sifat kita loh. Cuma kadang kita sebelum bertindak ga ngaca sih. Jadi, kita hanya melihat apa-apa dari sudut pandang kenyamanan dan keamanan kita. Tanpa memikirkan apa yang akan dirasakan orang lain jika kita berbuat seperti itu.

Terus, apa dong yang mesti kita lakukan agar kita bisa lebih memikirkan orang lain?

Ah, itu mah udah diajarin dari SD. Ada sifat yang namanya tenggang rasa. Tapi kelihatannya rasa itu udah ga ada di zaman ini. Bukan karena sifat itu udah kuno. Tapi karena kita terlalu sombong menganggap diri kita modern. Kita lebih banyak berinteraksi via smartphone, chat, media sosial dan alat komunikasi modern yang memaksa kita untuk berinteraksi tanpa bertatap muka. Seandainya kita bisa lebih bijak menggunakan kekinian ini, pasti kita tidak akan menjadi orang-orang seperti ini. Yang mudah mengucap salah kepada orang lain tapi lupa bahwa dirinya juga salah.

Saya ingin menutup dengan kalimat :
Bahkan orang yang cuek aja gamau dicuekin. Sama kayak orang sombong, dia juga gamau disombongin. Tapi anehnya, dia aja gamau digituin, tapi kenapa dia gituin orang lain?

Coba pikirin deh kalimat itu, ya kita semua, yang nulis, yang baca. Pikirin dah tuh. Kenapa kita begitu? Gamau disombongin tapi sombong, gamau dicuekin tapi nyuekin. Kenapa coba? Kenapa? Hayo kenapa?

Di medan pertempuran

26 Maret 2015

Senin, 23 Maret 2015

Bismillahirrohmanirrohim...


Aku selalu memulai tulisan dengan menyebut Nama Tuhan Yang Kasih dan Sayang Nya Meraja, aku akan terus memulainya dengan Nama Nya karena hanya Dia yang aku sembah dan aku memohon pertolongan.

Malam ini aku masih terpagut dengan tugas-tugas yang memaksaku pulang selarut ini. Kertas-kertas berantakan disekitar meja, telepon berdering, complaint dan keseharian lainnya. Sehari-hariku selalu bekerja seperti ini, Kekasih, selain sebagai 'tugas suci' demi keluarga ini juga sebagai salah satu kegiatan untuk mengisi waktuku yang kosong.

Tapi malam ini terasa beda, entah kenapa bayangan wajahmu selalu muncul dalam pikiranku. Hatiku pun berdegup cepat sejak sore. Sudah kucoba tepis, ehh malah bayanganmu muncul dengan senyum membuatku menjadi lebih gila lagi. Sebenarnya apa yang ingin kau sampaikan?



Kata orang tua dulu, jika kita tiba-tiba memikirkan seseorang itu berarti orang tersebut juga tengah memikirkan kita. Apakah begitu wahai Bidadariku? Aku percaya itu, tapi masalahnya bayangan siapa yang muncul itu? Kok wajahmu tidak kelihatan? Apa mungkin aku perlu ganti kacamata lagi agar wajahmu kelihatan?

Aneh ya, mungkin karena pikiranku terlampau rindu pada mu wahai bidadariku, sampai-sampai aku tidak dapat menatap wajahmu yang bersinar bak pualam.

Aku masih tetap berusaha duduk tegak dengan sekuat tenaga, meski aku memaksa pikiranku tidak memikirkanmu. Mataku sudah sayu karena lelah, lelah hatiku memikirkanmu tapi otakku memaksaku untuk bekerja sembari menerima bayangmu menari-nari di pelupuk mata.

Sampai saat ini aku masih berusaha untuk menuliskan segala yang aku rasa, tapi otakku buntu! Hei, sudah lah! Jangan kau muncul lagi, jika benar kau memikirkanku kenapa tak kau hubungi aku dan kau bertamu? Biar tidurku nyenyak malam ini.

Atau kau ingin melihatku lagi sambil mengais rindu dibawah rembulan? Oh... Kasih.

di Medan Pertempuran

23/03/2015 19:27

Jumat, 20 Maret 2015

Bismillahirrohmanirrohim...


Sudah berkali-kali aku jatuh tersungkur berkalang sajadah di sepertiga malam, sekedar bertanya pada Tuhan Yang Maha Penyayang akan "untuk siapa kerinduanku ini?". Dan berkali-kali pula wajahmu datang ke mimpiku dengan berbagai cara. Pun dengan berbagai cara pula aku menyangkalnya, apakah benar dirimu?

Aku berjalan setiap pagi memenuhi panggilan-panggilan Kasih dari para penyeru. setiap seretan sandal jepitku terdengar isak tangis penyesalan. Penyesalan akan petunjuk dari Yang Maha Penyayang, apakah benar dirimu?

Ternyata aku sadar aku tak sanggup menahan ini sendirian. Ingin aku berkata langsung pada sosok mu yang teguh bak keperkasaan para Sparta dari Yunani, bahwa aku selalu bermimpi tentang dirimu. Bahwa Tuhan berbicara padaku, pria yang terombang-ambing karena rindu Nya. Tapi selalu aku termangu, lidahku kelu! akhirnya kusampaikan pesan-pesan itu melalui jari-jariku yang coba menuliskan petunjuk dari Tuhan ini. Tapi? Apa yang kulakukan, aku malah mengganggu waktumu. Ah, dasar bodoh. Tak bisa lagi aku peka terhadap dirimu.

Kugunakan cara lainnya untuk sampaikan hal itu, aku coba berbicara langsung dengan gemetar, kucoba tatap dirimu dengan penuh harapan, tapi lihat! lagi-lagi yang kulakukan adalah kebuntuan. Oh wahai, yang memiliki petunjuk dengan cara apalagi kusampaikan? Lalu Sang Maha Sayang berkata "Sampaikan lah melalui percakapanku"

Kubuka kitab suci yang penuh debu, yang sudah lama sekali tidak aku buka. Kusiapkan bantal untuk menopangnya, kubuka lembar-lembarnya, mencari-cari tanda yang sudah aku buat dulu. Kumulai dengan memohon perlindungan dan memuji kepada Kasih Sayang Nya yang Meraja. Kusampaikan setiap bait-bait cinta yang disampaikan Tuhan lalu kukirim padamu. Tapi? lagi-lagi aku merusaknya! aku mengganggu hatimu.



Aku tersungkur lagi dengan otot paha yang luka, kutekuk kakiku dengan berbagai keluhan. Kurasakan dingin menyerang pahaku ketika aku duduk tasyahud. Oh ini yang namanya sakit, tidak luka diluar tapi sakitnya luar biasa di dalam. Lalu kupanjatkan puji-pujian bagi Dzat Yang Menciptakan Cinta dan memberikannya pada setiap makhluk. Aku bertanya lagi, "Tuhan, apakah benar ini petunjuk dari Mu? atau hanya khayalanku? Tolong aku Tuhan, sepertinya hatinya sudah beku. Bantu aku sampaikan..."

Tidak ada jawaban. Tidak ada mimpi. Tidak ada apa-apa, Kekasih.

Yang kudapat malah rasa yang campur aduk, keinginan, kebutuhan, kerinduan, penyesalan, ketakutan, keyakinan, kepercayaan, keraguan dan lain sebagainya. Aku tak mampu bertahan, akhirnya kutuliskan pesan-pesan itu kembali dalam tulisan-tulisan, ketikan-ketikan, berharap kau membaca dengan hati yang tenang, jauh dari keegoan. Bahwa...



Aku bermimpi bertemu denganmu saat kita umroh, lalu kita pergi melihat bunga sakura yang sedang bermekaran di negeri matahari terbit. Ya, Jepang! Lalu kita menyelam bersama di raja ampat, lalu terbang ke titik awal Indonesia, Sabang. Ohh, kasih, tahukan kau bahwa dalam mimpiku kita berjabat tangan dengan Xanana Gusmao, aku tak tahu kenapa dia hidup dalam mimpiku dan menerima kita di Istananya, di Timor Timur. Lalu aku memfoto dirimu yang sedang bergaya berlatar pemandangan malam Wat Khanon Temple. Lalu sebelum aku terbangun aku melihatmu tersenyum manis sambil menari di tembok besar china.

Kasih, bukan ku pergi darimu, tapi kau yang "menyumbangkanku" dan menjauhiku. Maaf, aku salah. Ya, aku yang pergi darimu. Tapi kini bukan aku datang untuk berlari dari kenyataan bahwa aku ditipu "lagi" oleh cinta. Hahaha. Aku tau kau tak mau tau. Tapi apa yang bisa kulakukan? Memaksamu untuk mendengarkan ceritaku? Lalu memaksamu untuk memahaminya, aku tak sejahat itu. Aku hanya ingin sampaikan petunjuk ini, mungkinkah kau punya jawabannya? Kenapa kau yang datang ke mimpiku seolah itu jawaban dari Tuhan ketika ku minta tulang rusukku datang?

Oh kasih, maafkan jika kehadiranku "kembali" membuat mu terganggu. Bukan maksudku untuk mempermainkanmu, tapi aku yang dipermainkan perasaanku. Sudah saatnya kah aku menyerah pada keangkuhanmu? Atau kau ingin melihatku berpeluh darah sambil tersenyum padamu dalam dahsyatnya lautan cinta? Kasih, tak mampu lagi ku tatap wajahmu dan mengajakmu untuk mengarungi kehidupan bersama di bahteraku. Aku tak sampai hati. Namun kuharap, jangan biarkan kebekuan memisahkan rasa kita. Jika bukan keinginan hidup bersama, biarkan tumbuh rasa kasih dari persaudaraan antara kita.

Biarkan aku tetap mencintaimu dalam keheningan, ini berat, kekasih, biar aku yang menanggungnya.

di medan pertempuran
20/03/2015

Rabu, 11 Maret 2015

Bismillahirrohmanirrohim...


Selamat malam wahai pencinta...
Sudah berkali-kali aku mengulang membaca cerita tentang jantung dan katup kanan, juga berkali-kali aku memahami keperihan didalam setiap detakan jantung. Berkali-kali juga aku jatuh tersungkur dalam ketidakpahaman makna "mengapa katup kanan kau paksa pergi?"

Ya... aku tahu kalian akan bertanya "Apa maksud yang kau tulis ini, Cak?"

Hei, aku hanya ingin memberitahumu tentang kisah ini, dimulai dari Jantung dan Katup Kanan yang tidak saling membutuhkan satu sama lain, tidak saling menyadari bahwa akan saling menyakitkan jika mereka tidak lagi bersama. Kumulai cerita ini dengan mengutip tulisan jantung saat-saat keperihan yang dia rasakan dan tumpahkan melalui tulisan yang ditemukan katup kanan dikemudian hari.

Kau tahu? Jantung merelakan katup kanannya untuk "didonorkan" kepada jantung lain yang membutuhkan, katanya. Meski sebenarnya katup kanan memaksa untuk tetap tidak pergi, namun dengan segala cara jantung sedikit "memaksa" katup kanan untuk pergi dengan jantung yang lain yang membutuhkan, katanya. Ahhh...

Kau tahu? bahwa katup kanan pergi dengan jantung lain yang pernah melukainya, itupun karena kesalahpahaman yang entah sengaja dicipta atau memang sengaja direncanakan untuk membuat katup kanan pergi dari jantung yang dicintainya saat itu? Tidak ada yang tahu! hanya Tuhan dan Jantung yang tahu.

Semenjak saat itu, Jantung dan Katup Kanan terlibat dalam jalinan yang rumit. Disatu sisi keduanya ingin tetap bersama tapi disisi lain Jantung ingin melihat Katup Kanannya bahagia dengan Jantung lain yang lebih membutuhkan kasih sayang, katanya. Berhari-hari, berbulan-bulan dan hampir saja setahun berlalu katup kanan hidup bersama Jantung lain dan hanya mampu melihat Jantung yang "dekat" dengan Katup Kanan lain.




Saat-saat itulah yang membuat hari-hari Katup Kanan menjadi perjuangan keras untuk hidup terbiasa tanpa Jantung yang ia cintai dan menahan kepedihan melihat Jantung memalingkan wajah setiap bertatap mata dengannnya. Menahan sakit melihat Jantung 'bermesraan' dengan Katup Kanan lain. Oh wahaiiiii....

Lalu tiba-tiba, Katup Kanan dikhianati lagi oleh Jantung barunya yang katanya lebih membutuhkannya. Dia ditinggalkan karena Jantung baru itu mencintai Katup Kanan lain. Betapa pedihnya lagi bahwa dia tanggung beban itu sendirian, tanpa belaian Jantungnya. Jantung terlihat bahagia bersama hidupnya dan Katup Kanan hanya mampu menaruh asa, hanya mampu menuliskan aksara ditubuhnya berharap Jantung melihatnya kembali. Tersirat menyampaikan pesan "Wahai Jantungku, kini aku butuh dekapanmu aku ingin mencium lagi wangimu..."

Namun apa daya, jantung tidak menghiraukannya sedikitpun. Harapan itu tetap tumbuh meski tahu bahwa Jantung itu mungkin tak akan menerimanya lagi untuk tinggal dan berteduh didalam Jantung. Katup Kanan bercerita padaku, bahwa dia tidak mampu memulai apapun karena lidahnya tercekat ketika berhadapan dengan Jantung. Dia berharap bahwa Jantung mampu menerimanya kembali sebelum ia membusuk dan mati.

Ironis sekali memang, ketidakpahaman kita akan CINTA dan KASIH SAYANG membuat kita tidak akan memahami jalan cerita yang dituliskan tuhan terhadap dua makhlukNYA ini. Maukah kau membantuku untuk menyampaikan pesan Katup Kanan kepada Jantungnya? Jika ia, bacalah pesan dari Katup Kanan ini dan teruskan ke Jantungnya...

Ohhh wahai Jantungku,
ini katup kananmu...
Kau seperti waktu, bisa kurindukan namun tak mampu kembali
aku ingin sampaikan

Ahhh... aku tidak bisa menambal jantung manapun
Mau kah kau menerimaku kembali?
Aku tahu pasti jawabanmu TIDAK
Coba kau tanyakan dulu pada Mu yang didalam Mu

Masihkah aku katup kananmu?
Masihkah aku menjadi "penambalmu"?
Oh wahai yang wanginya aku kenal
Oh wahai yang cintanya tidak terlihat

Ajarkan aku untuk memulai kembali
Memulai cerita bahagai Jantung dan Katup Kanan lagi
Darimana harus kumulai kata untuk sampaikan rindu ini
Oh wahai Jantungku...

Jawablah, semua pertanyaan cintaku ini
Kabarilah bahwa kerinduan ini akan berjumpa
Siramilah aku agar tak tampak lagi luka itu
Jika tiba saatnya maka rengkuhlah aku

Julurkan tanganmu
Ambillah aku
Angkatlah aku
Jadikan Katup Kananmu

"Jantung dan Katup Kanan"
Di pembaringan.
11 Maret 2015