Selasa, 16 Desember 2014

Bismillaahirohmaanirroohiim…

Pagi. Ciptaan Tuhan yang satu ini telah menjadikan makhluk ciptaan Nya terbangun, bekerja, bersosialisasi dan banyak hal lainnya. Pagi menjadi sebuah anugerah yang tak terhingga bagi orang-orang yang menantinya dengan penuh sukacita. Menjadikan waktunya yang indah di malam hari berpindah ke waktu yang lebih indah di pagi hari.
Tapi, akankah pagi kita selalu indah?
Ya, pertanyaan itu adalah bagi kita. Kenapa pertanyaan itu muncul? Apakah bisa pagi tak selalu indah? Coba rasakan bagi diri kita, jika pagi ini kita bangun dan melihat keadaan yang membuat jengkel akankah pagi kita indah? atau ketika sudah bangun tapi kita dapati diri kita merasa sakit, miring ke kanan sakit, miring ke kiri sakit, celentang sakit, tengkurep sakit. Serba salah deh pokoknya. Akankah pagi itu indah? Ketika sudah berangkat kerja mengendarai motor, tiba-tiba ada motor lain dari belakang yang nyalip. Atau membunyikan klakson, akankah pagi kita indah?


Itu bagi kita yang masih bisa kerja di pagi hari, bagaimana dengan orang lain yang belum memiliki pekerjaan? Akankah pagi mereka indah? Atau orang-orang yang pagi ini (ketika saya menulis) belum makan sejak kemarin, akankah pagi nya indah?
Tuhan yang Menguasai Pagi lah yang mampu membuat pagi kita indah. Tapi kenapa kita, saya, sering sekali lupa bahwa anugerah Nya di pagi hari sangatlah besar. Masih diberi umur panjang, masih bisa bangun, masih bisa merasakan (meskipun rasa sakit), masih ada yang nglaksonin biar ga ngantuk, masih ada sesuatu yang membuat semangat kerja biar bisa makan. dll dll.
Sering sekali kita, saya, lupa bahwa dipagi hari lah Tuhan menurunkan rizki lewat pintu-pintu yang tidak diduga. Masih inget ga dengan ucapan orangtua kita “Bangun lu, nanti rejeki lu dipatok ayam!” ternyata ucapan orangtua itu benar adanya. Kenapa kita kalah bersyukurnya dengan ayam, dia setiap pagi tanpa lupa, pasti berkokok. Itu wujud syukur ayam kepada anugerah Tuhan dipagi hari. Itu cara ayam bertasbih menyebut nama Tuhan.
Maka dari itu, yuk sama-sama kita bersyukur atas indahnya pagi ini. Bagi teman-teman yang merasa pagi ini kurang indah, dirubah ya prasangkanya. Karena hal tersebut, yaitu prasangka, yang membuat pagi kita indah. Kenapa? karena jika menemukan hal yang kurang enak, kita masih bisa merasa dan menyebut nama Tuhan.
Jadi, pagi kita akan selalu indah kan?
Jakarta, 16 Desember 2014

di Pembaringan

Ketika

Desember 16, 2014 0 Comments
Bismilaahirrohmaanirroohiim…
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketika didefinisikan :
ke.ti.ka[n] waktu yg sangat singkat atau yg tertentu; saat: menantikan — yg baik; rumah yg terbakar itu habis — itu juga; (2) n waktu atau saat yg bertalian dng nasib dsb (dl perhitungan, primbon, atau tenung); (3) p kata penghubung untuk menandai waktu yg bersamaan; tatkala; pd waktu (yg bersamaan): — kakak dilahirkan, ayah sedang bertugas di kota



Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/ketika#ixzz2jxSYWl7U
Pernahkah kita, manusia, berpikir bahwa kejadian-kejadian dalam hidup kita ini adalah ‘ketika’. Sangat singkat, penuh penantian, menunggu nasib, bersamaan dan lain-lain yang merujuk pada definisi ketika menurut Kamus tersebut. Pernahkah?

Mari kita merenung sejenak, meluruskan kaki dan tubuh di atas kasur sebentar saja. Sampai anda merasa rileks. Jika sudah rileks, silakan lanjutkan membaca tulisan ini. Hehe. Padahal nyantai nya udah daritadi ya? Oke kita lanjutkan.
Dari kata ketika ini lah awal mula kita mengetahui waktu. Ketika kita belum dilahirkan, ayah dan ibu kita tidak pernah merencanakan memiliki anak seperti kita. Ketika mereka belum menikah, mereka belum merencanakan akan bertemu dan saling suka. Inilah ketika. Bagi saya, ketika ini adalah tentang awal waktu yang sesungguhnya kita pun tidak dapat mengetahui kapan. Karena dengan ketika banyak hal dapat terjadi.


Ketika ini bukan hanya sekedar kata yang dapat kita ucapkan dan tahu bahwa ia adalah awal waktu. Ketika adalah tentang keinginan Tuhan. Ketika Tuhan menciptakan manusia Tuhan sudah berfirman bahwa Ia, Tuhan, menciptakan kita, manusia, untuk beribadah pada Nya. (Q.S. Adz-Dzariyat : 56) Bagi yang muslim silakan cek ayat tersebut. Bagi saudara saya yang non muslim, tetaplah membaca, jangan kira ini adalah tulisan khusus muslim. Tidak. Ini saya lakukan berdasarkan sumber yang saya yakini. Mohon maaf jika menyakiti hati saudara.
Ketika itu Tuhan menakdirkan kita bahwa kita adalah penyembah. Siapa yang disembah? ya Tuhan. Pencipta kita. Tapi, ketika kita sudah terlahir ke dunia apa yang kita lakukan? Membangkang? Iya. Itu saya banget. Sering sekali saya membangkang kepada Tuhan. Lalu apalagi? Banyak ya, sampai tidak sanggup menyebutkan hal-hal itu. Malu sama Tuhan yang ketika itu mengatakan kepada malaikat bahwa kita, manusia, akan dijadikan Khalifah atau pemimpin di muka bumi.
Ketika itu juga, saat yang bersamaan dengan pembangkangan kita terhadap perintah Tuhan. Ampunan Nya turun dengan deras. Sebesar apapun dosa kita, sebesar itu pula ampunan Tuhan. Tapi lagi, lagi. Ketika itu pula kita tidak sadar!
Duh, Gusti. Terlalu banyak kami lalai sehingga kami tidak sadar akan ampunan Mu yang turun ketika kami berbuat dosa. Wahai Sang Pemilik ketika, apalah arti ini semua ketika kami tidak dapat memahami semua pengajaran Mu. Ketika kami selalu lupa, Ketika itu. Ketika kami menangis, ketika kami lesu, ketika kami payah baru kami ingat kepada Mu. Apakah masih pantas kami mengingat ketika itu? Mengingat semua anugerah yang hadir ketika, ketika dan ketika.
Wahai Pemilik Ketika.
Jakarta, 16 Desember 2014
di Pembaringan
Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Bagaimana kabarmu hari ini? Sudah sarapan?


Jangan sampe ga sarapan, nanti sakit. Efek yang paling besar adalah jadi sangat serius kalo belum sarapan. Hehe. Makanya sarapan itu penting loh buat menjalani hidup di pagi hari. Tapi saya ga bisa tanyain “udah sarapan belom?” buat fans OCD nya D*ddy C*rbuzier. Karena mereka punya jam makan sendiri. Hehe.


Jadi apa hubungan sarapan dengan judul diatas? ga ada sebenernya. Haha. Kan belum sarapan, kan? Serius banget sih. Bangsa ini sudah sakit, jangan tambahin sakit dengan kamu belum sarapan. Kenapa bangsa ini sakit? Masa ga sadar sih kalo sakit? Ya, mungkin sadar tapi gamau berubah. Gamau sembuh!

Ada orang yang super duper kaya. Harta berlimpah. Semua serba ada. Tapi dia tidak bisa merasakan kekayaannya, ga bisa nikmatin kekayaannya. Alasannya apa? Karena dia, Si orang kaya tersebut tengah sakit keras.
Sama dong dengan bangsa ini? Apa sih yang Tuhan ga kasih buat kita? Negara Kepulauan terbesar, Sebutannya Jamrud Khatulistiwa. Garis pantai terpanjang, punya Kalimantan yang jadi paru-paru dunia. Sumber daya alam melimpah. Wah, banyak deh! Tapi karena bangsa ini sakit jadi ga bisa merasakan semua itu.
Lihat dipemberitaan sekarang. Tidak ada kebaikan yang kita lihat. Seolah-olah manusia-manusia yang kita sebut pejabat, anggota dewa(n), (pe)merintah itu berisi orang-orang tidak bermoral. Pencari kesenangan diri sendiri. Kang Korup! dan banyak lainnya. Tapi memang itu kenyataannya. Lalu apa yang sudah bangsa ini perbuat? Dengan banyaknya melihat kejadian-kejadian, fenomena-fenomena ajaib yang terjadi? Tidak ada!
Tetap saja, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin. Karena sakitnya sudah kronis! Saya terkadang merasa sangat sedih. Karena bangsa ini terlalu termakan dengan pemberitaan. Tapi wajar sih, selain sakit bangsa ini juga bangsa lapar. Karena orang lapar itu emosinya kurang terjaga. Lihat saja, ada berita nyeleneh sedikit langsung tersulut, terprovokasi. RIbut deh abis itu. Kebiasaan emang.
Tapi, ga ada penyakit yang ga ada obatnya. Obatnya adalah kita saja yang memperbaiki diri. Gausah liat-liat orang-orang yang kita panggil pejabat, anggota dewa(n), (pe)merintah itu. Mulai dari buang sampah jangan disungai, mematuhi rambu lalu lintas, lebih banyak bekerja jangan menuntut. Dan yang paling penting adalah sering sarapan biar jadi orang yang ga terlalu serius. Heuheu.
Kalo ada yang baca artikel ini dan terlalu serius, tanyakan pada dirimu apakah kamu sudah sarapan? 
Jakarta, 16 Desember 2014

di Pembaringan

Senin, 15 Desember 2014

Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Selamat Sore Saudara semua. Apa kabar sore ini? Sehat semua pasti kan?

Sore ini saya menulis artikel yang berjudul . Ini saya lakukan karena banyak beredar Pesan Siaran (Broadcast Message) di Catfiz, BBM, Whatsapp dan Media Sosial lainnya yang berisi percakapan antara seorang Muslim dan Kristiani tentang Ucapan Selamat Natal yang tidak dilakukan oleh Muslim. Kira-kira begini isi percakapannya :

Kristiani : Hai, Kamu tidak memberikan ucapan selamat natal padaku? 
Muslim : Maaf, itu tidak bisa kulakukan karena agamaku melarangnya? 
Kristiani : Tapi aku saudara muslim mu yang lain melakukannya? Itu kan hanya sebuah kata-kata?

Muslim : Mungkin mereka belum belajar tentang itu. Hei, bisakah kamu mengucapkan kalimat syahadat? 
Kristiani : Oh tidak bisa, itu akan merusak keyakinanku. 
Muslim : Kenapa? bukankah itu hanya sebuah kata-kata? 
Kristiani : Oh, aku mengerti sekarang.


Saya tidak tahu siapa yang memulai Pesan Siaran tersebut di Media Sosial dan aplikasi messenger. Tapi saya tidak setuju dengan percakapan tersebut yang membandingkan antara syahadat dengan ucapan selamat. Ini menunjukkan kelemahan dan ketidaktahuan umat Muslim tentang syahadat dan ucapan. MasyaAllah… Ampunilah dosa kami. Saya akan coba jelaskan dengan keterbatasan saya, yang tidak memiliki Ilmu kecuali diturunkan dari Sisi Allah Azza wa Jalla.
SYAHADAT dan BAPTIS
Syahadat adalah ikrar, janji, kesaksian dari seseorang yang akan masuk islam. Yang isinya adalah mengesakan Allah dan meyakini bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah. Dan Syahadat bukan sekedar ucapan! Tolong pertanggungjawabkan pesan siaran anda yang mengatakan bahwa syahadat sekedar ucapan atau kalimat. Syahadat sendiri tidak bisa dikatakan sekedar ucapan karena dalam Kitab Kifayatul Ghulam karangan Syekh Ismail Alminangkabawi bahwa Syahadat ini memiliki Syarat Sah, Fardhu, Kesempurnaan dan Rukun Syahadat. Ada juga Faedah Syahadat dan Hal yang Membatalkan Syahadat.
Apakah dengan itu semua kita bisa mengatakan pada Umat Kristiani bahwa syahadat itu adalah hanya sekedar ucapan? sekali-sekali tidak! karena benar dalam percakapan itu jika umat Kristiani mengucap syahadat maka itu akan merusak keyakinannya. Karena Syahadat dalam Islam sama dengan Baptis dalam kepercayaan umat Kristiani. Jika kita melakukan Baptis itu merusak kepercayaan kita sebagai Muslim. Paham?
UCAPAN SELAMAT
Ucapan selamat natal ini dilarang (katanya) berdasarkan fatwa MUI fatwa MUI era Hamka tahun 1981 adalah (a) haram mengikuti ritual Natal; (b) tidak haram menghadiri perayaan Natal, bukan ritualnya; (c) MUI Jawa Timur (KH. Misbach) mengharamkan menghadiri acara Natal baik sekedar untuk mengikuti perayaannya saja atau apalagi sampai mengikuti ritualnya. Padahal menurut Din Syamsudin dalam penjelasan fatwa tersebut tidak ada larangan dalam hal ucapan selamat untuk hari raya Umat Agama lain
Ada pengakuan menarik dari Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof DR HM Din Syamsuddin MA soal muslim memberikan ucapan selamat Natal. “Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani,” katanya di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminarWawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya (10/10).
Din yang juga Sekretaris Umum MUI Pusat itu menyatakan MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal.
“Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam,” katanya. (Link Sumber : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/74225)
Ada dalil-dalil qur’an dan hadits yang dijadikan sebagai sandaran bagi Ulama yang mengharamkan ucapan selamat bagi umat agama lain. Antara lain :
Berdasarkan fatwa dari Ibnu Taimiyah dan ulama Wahabi Muhammad bin Shalih Al Uthaimin
- QS Al-Furqon 25:72 “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
- QS Az-Zumar 39:7: “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.”
- QS Al-Maidah 5:48 “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.”
- QS Al-Maidah 5:3 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
- QS Ali Imran 3:85 “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
- Hadits مَنْ تشبّه بقوم فهو منهم (Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia menjadi bagian darinya).
Tapi tidak sedikit pula ulama yang membolehkan ucapan selamat hari raya kepada Umat Agama lain. Dalilnya adalah sebagai berikut :
- QS Al-Mumtahanah 60:8 “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
- QS Al-Baqarah 2:83: “…serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia”
- QS An-Nahl 16:90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…”
- QS An-Nisa’ 4:86 “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).”
KESIMPULAN
Bagi saudara-saudara ku Umat Muslim yang mengharamkan ucapan Selamat Natal, lakukan lah. Karena kalian memegang dalil/sandaran yang kuat atas hal itu. Tapi kami mohon jangan ajarkan sesuatu yang sangat intoleran kepada yang lainnya. Jika kamu tidak mau mengucapkan ya sudah. Tapi jangan menghina perayaan tersebut sampai mengatakan bahwa mereka pasti masuk neraka, kafir dan lain-lain. Apakah kita lebih berhak daripada Allah untuk menentukan seseorang masuk neraka dan kafir? Apakah kita lebih suci dibanding Allah Azza wa Jalla?
Dan bagi saudaraku umat muslim yang membolehkan ucapan tersebut. Lakukan lah, jika itu memang keyakinanmu. Tapi kerjakanlah apa-apa yang kamu ketahui ilmunya. Jangan jadikan hal tersebut sekedar ucapan tanpa kita tahu apa sebabnya kita memperbolehkan hal itu dan adakah ucapan Rasul atas larangan melakukan hal tersebut? Pelajari agama mu dengan sebaik-baiknya wahai saudara.
Dan terakhir bagi saudara ku umat Kristiani, maafkan kelakuan kami jika ini mengganggu kalian. Sesungguhnya kami menghormati Nabi Isa sebagai Nabi kami. Ada beberapa alasan yang dapat saya kemukakan jika saya belum bisa mengucapkan selamat natal. Ada dalam syahadat kami yang mengatakan fardhu syahadat adalah diikrarkan dengan lidah dan ditasdiq (dibenar) kan dengan hati. Ini yang bagi saya menjadi sandaran bahwa seorang muslim harus sejalan antara apa yang diucapkan dengan lidah dan harus ditasdiq kan (di benarkan) oleh hati. Islam mengajarkan kami untuk tidak berbohong, mana mungkin kamu mengajarkan kami menjadi munafik sebab tidak sejalan antara yang kami ucapkan dengan apa yang kami yakini? Seperti yang termaktub dalam kitab kami, kami tidak diperkenankan memberikan persaksian palsu, lihat QS Al-Furqon 25:72 :
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Terlebih lagi apakah kamu ingin mengajarkan kami untuk membantah apa yang sudah diajarkan oleh agama kami? Saya yakin agamamu, wahai saudaraku, tidak mengajarkan itu. Saya tidak ingin apa yang saya ucapkan tidak dibenarkan oleh hati saya. :)
Tapi kami tidak dilarang untuk mendoakan kalian wahai saudaraku Umat Kristiani. Di bulan ini, dalam kepercayaanmu lahirlah seorang Juru Selamat, dengan berkat kelahirannya kami mendoakan semoga kalian wahai saudaraku Umat Kristiani, keberkatan Tuhan dalam Hidup kalian, semakin bertambah rizki kalian dalam hidup ini dan dijadikan hidup kalian di dunia ini selamat, sejahtera dan diberkati Tuhan dalam setiap langkah. :-)
Saudara mu, Alfaqir Syaif bin Butabi
15/12/2014 Waktu Maghrib

di Medan Perang
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM...

Tahun 2003 adalah awal saya masuk SLTP, meski sebenarnya saya lebih ingin menyebut SMP. Masa itu adalah masa-masa indah saya ketika beranjak remaja, karena saat itu adalah saat dimana saya mengenal cinta-cintaan. Haha
Tapi hari ini dengan segenap gemuruh cinta dalam hati saya membuka kembali ingatan saya ketika saya awal masuk SMP sampai saya lulus SMK. Saya ingin mengingat-ingat siapa yang pernah saya injak tangannya, tendang kakinya, menggampar wajahnya, memakinya dan lain sebagainya yang bersifat tidak manusiawi.
Tanggal 27 Februari 2014 saya update status di akun facebook saya yang saya tulis jadi beberapa kali update status, begini :
Matematika adl tidak pasti. Ia (matematika) hny ttg kesepakatan. 1+1 tdk sm dgn 2 jika kita berbicara ttg bilangan biner.
Matematikamu agak anu kayaknya. Kita tdk butuh kekerasan, pukulan, makian dan sejenisnya. Krn kita sdg tdk mencetak seorg preman.
Jd secara matematika, tdk bisa diterima kekerasan, pukulan dan makian. Kecuali kau hny ingin mencetak seorg yg juga pandai memukul dan memaki.
Camkan lah wahai pelaku pendidikan. Kita dituntut mencetak generasi bangsa yg mampu bersaing dlm bidang ilmu, bukan kekerasan.
Cukup 2 institusi saja yg rela membunuh nyawa demi sebuah ‘kesenioran’.
Saya jadi terhenyak ketika saya menulis status terakhir. Dibenak saya, tahun 2003 adalah saat dimana STPDN tersiar namanya karena kematian Praja bernama Wahyu Hidayat. Awalnya institusi dalam negeri tersebut menyebutkan bahwa kematian Kak Wahyu (semoga arwahnya diberikan tempat yang indah) karena sakit.

Lalu tiga tahun kemudian, setelah terjadi perubahan nama menjadi IPDN, giliran Praja dari Sulawesi Utara bernama Cliff Muntu yang meregang nyawa karena kesenioran, senioritas atau apalah yang mereka sebut. ‘Pembinaan’ tersebut bukannya membawa kebaikan malah membuat nyawa hilang.  Saat itu saya belum begitu paham tentang kesenioran, yang jelas saya merasakan ditendang, dimaki, dipukul wajahnya dan hebatnya saya juga pernah melakukan itu (semoga Allah mengampuni saya) terhadap junior-junior saya di Paskibra.
Keyakinan saya semakin kuat untuk merubah cara mengajar saya yang ‘senioritas’ menjadi ajaran yang lembut tapi tegas ketika melihat berita ospek maut yang merenggut nyawa mahasiswa ITN Malang bernama Fikri Dolasmantya Surya. Fikri diduga tewas karena tindak kekerasan berasaskan kesenioran yang dilakukan ketika ospek di ITN Malang. Aksi tersebut membuat saya mengingat-ingat kembali apa yang pernah saya lakukan terhadap junior-junior saya. Mulai dari memberi minum 1 botol air mineral untuk 1 pleton saja, memberi sedikit waktu istirahat, menyuruh push up meski saya tahu bahwa junior saya kelelahan.
Saya ingin sekali mengulang itu semua, tapi apa daya, penyesalan memang selalu datang di akhir. Ketika kita mulai menyadari tindakan kita dahulu tidak membawa manfaat sama sekali, dari situ awal kembalinya kita pada kebaikan. Saya ingin mendatangi mereka satu persatu dan minta untuk membalas perbuatan saya dahulu agar saya mendapatkan ridho dan maaf atas segala kesalahan saya. Agar saya halal nanti di barzakh. Ketika ditanya malaikat saya mampu menjawab bahwa saya sudah meminta maaf kepada Cucu Adam yang pernah terluka batin dan jasadnya akibat saya.
Saya katakan pada Robby dan Ayub sahabat saya, bahwa kita (dipaskibra) tidak mencetak seorang preman, kita mencetak orang-orang yang mampu bersaing dan bertahan dalam kehidupan masyarakat dan mampu memberikan ide, waktu dan tenaga nya bagi kehidupan sosial. Ingat! kita tidak mencetak seorang preman.
Saya tujukan tulisan ini, bagi saudara-saudara saya baik lelaki dan perempuan yang ada di ekskul atau bukan, untuk guru, untuk kakak (jangan lagi gunakan kata senior) dan semuanya yang saat ini memiliki anak didik atau adik (jangan lagi gunakan kata junior) agar mengajar dengan cara yang baik. Agar kita bangga dihadapan Tuhan kelak bahwa ilmu kita bermanfaat bagi orang banyak bukan untuk menciptakan generasi PREMAN!
15 Desember 2014, Medan Perang di Waktu sore.
ditulis oleh Alfaqir Syaif Jakarta